Pengorbanan
yang Tak Terlihat
Di sudut
dapur, ia berdiri sendiri,
Asap mengepul, aroma menyelimuti,
Dengan tangan lembut yang tak pernah letih,
Mencipta rasa dari cinta yang sunyi.
Pagi-pagi
buta sebelum fajar menyapa,
Ia merangkai hari dengan doa yang lembut suara,
Menganyam mimpi di atas kain kenyataan,
Menyetrika harapan di sela kelelahan.
Saat malam
tiba, ia masih berjaga,
Di kursi kayu yang mulai renta,
Menunggu langkah yang tak kunjung pulang,
Dengan hati penuh rindu yang tak tergambarkan.
Pengorbanannya
adalah hujan tanpa suara,
Membasahi jiwa tanpa pernah meminta puja,
Cintanya hadir dalam setiap sendok nasi,
Dalam selimut hangat di malam yang sunyi.
Namun sering
kali kita lupa melihat,
Betapa ia menukar mimpi dengan kuat,
Menjadi pondasi yang tak pernah runtuh,
Dalam kisah hidup yang kita tempuh.
Ibu, maaf
jika mataku buta,
Untuk segala cinta yang tak kasat mata,
Kini kuucap dalam hati yang tergetar,
Kau adalah cahaya, tak pernah pudar.
Pengorbanan yang Tak Terlihat: Sebuah Renungan tentang Sosok Ibu
Di tengah rutinitas harian yang sering kali melelahkan, kita sering lupa bahwa ada sosok yang diam-diam berdiri sebagai pondasi kehidupan—ia tidak bersuara, tidak menuntut pujian, namun terus hadir tanpa henti: ibu.
Tak banyak yang melihatnya saat ia terbangun jauh sebelum matahari menyingsing. Di sudut dapur yang senyap, tangannya bergerak lincah menyiapkan sarapan, bukan hanya untuk mengisi perut, tapi untuk mengantar kasih dalam bentuk rasa. Tak ada tepuk tangan, tak ada sorotan kamera, hanya denting sendok dan aroma masakan yang menjadi saksi kasih tanpa batas.
Kasih dalam Diam
Ibu sering kali adalah puisi yang tak dibacakan. Ia hidup dalam keheningan, dalam gerak yang nyaris tak terdengar, namun maknanya memenuhi ruang-ruang hidup kita. Ia menyetrika seragam sekolah sambil menganyam harapan agar anak-anaknya tumbuh menjadi manusia yang kuat. Ia menyuapi cinta lewat semangkuk nasi, menyembunyikan lelah dalam senyum dan tawa kecil.
Kita mungkin tak pernah tahu, berapa banyak impian yang ia tangguhkan, demi membiarkan anak-anaknya melangkah lebih jauh. Di balik setiap keberhasilan seorang anak, ada pengorbanan seorang ibu yang tak masuk dalam catatan sejarah, tapi tertulis jelas dalam jejak hidup.
Menunggu Tanpa Keluhan
Bahkan ketika malam datang dan tubuhnya meminta rehat, ia masih duduk menunggu. Mungkin di ruang tamu yang sepi, atau di kursi tua yang mulai goyah. Bukan karena tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan, tetapi karena cintanya lebih kuat dari rasa lelah. Ia menanti kabar dari anaknya, berharap pulang dalam keadaan selamat, sehat, dan bahagia.
Waktu mungkin membuat kulitnya keriput, punggungnya sedikit bungkuk, dan langkahnya perlahan. Tapi kasihnya tetap utuh. Ia tidak menua dalam cinta.
Cinta yang Tak Terlihat Tapi Menghidupkan
Pengorbanan ibu ibarat hujan yang turun tanpa suara, membasahi tanah hati tanpa pernah menuntut pelangi. Ia tidak meminta ucapan terima kasih setiap hari. Ia tidak menagih balas jasa. Cukup melihat anak-anaknya tumbuh, cukup mendengar tawa mereka di ujung telepon, itu sudah menjadi kebahagiaan tersendiri.
Namun sering kali, kita lupa. Kita sibuk dengan agenda dan mimpi-mimpi pribadi, hingga lupa bahwa sebagian dari keberhasilan itu adalah hasil dari cinta yang tak tampak—cinta yang tidak hadir di panggung, tapi menopang segala cerita di belakang layar.
Waktunya Menyadari dan Menghargai
Puisi sederhana di atas adalah refleksi dari hal-hal kecil yang selama ini terlewatkan. Tentang betapa ibu menukar tidur nyenyaknya demi memastikan kita nyaman. Tentang doa-doa diam yang ia panjatkan saat kita tidak tahu arah. Tentang tangan keriput yang dulu menggenggam kita agar tak jatuh, dan kini mungkin hanya bisa menggenggam kenangan.
Jika hari ini kita masih diberi kesempatan untuk melihatnya, memeluknya, mendengarkan suaranya—jangan tunggu esok. Ucapkan terima kasih. Peluk dia lebih lama. Tunjukkan bahwa kita melihat pengorbanannya, meski selama ini ia menyembunyikannya dalam senyum dan diam.
Ibu, Engkaulah Cahaya
Dalam dunia yang terus berubah, ibu tetap menjadi cahaya yang tak pernah padam. Ia adalah rumah dalam arti paling dalam: tempat kita kembali, tempat kita merasa cukup, dan tempat kita belajar menjadi manusia yang utuh.
Untuk semua ibu di dunia, terima kasih atas cinta yang tak terlihat, tetapi begitu nyata.
Komentar
Posting Komentar